7
ALASAN KITA KUDU BERTANYA
“Aih, tunggu mereka yang nanyain kita dong, De”
“Aih,
ya lama dong, teh. Ntar kita bisa bulukan duluan di sini. Banjir malah”
Dua percakapan antara
dua perempuan (mungkin) kakak dan adik di ruang tunggu sebuah bandara internasional
di Jakarta sempat membuat penulis tersenyum. Sang kakak yang sebenarnya sudah
menahan diri ingin buang air kecil sejak dari rumah dan buru-buru ke bandara
untuk menjemput kerabatnya, enggan untuk menanyakan lokasi toilet pada petugas
di bandara tersebut.
Sang adik yang akhirnya
bertanya pada salah satu staf bandara dan dari bahasa tubuhnya, ia mendapat
jawaban yang memuaskannya. Keduanya pun pergi menuju arah yang diberitahu staf
bandara tersebut.
Kejadian serupa mungkin
masih sering kita temui di lingkungan sekitar. Orang lebih memilih menunggu
jawaban datang dengan sendirinya tanpa mau bertanya. Padahal sebenarnya, selain
tak sesat di jalan, masih banyak lagi manfaat dari bertanya. Berikut ini akan
diulas 7 alasan kuat mengapa kita wajib bertanya. Check it out!
1.
Tidak
semua orang tahu isi hatimu, kawan.
Ya, jika semua
orang tahu isi hati kita, cukup bicara dalam hati, semuanya jadi beres. Tapi
komunikasi efektif saat imi adalah dengan berbicara. Tanpa memberitahu apa yang
kita inginkan pada lawan bicara kita, mereka juga tidak akan tahu apa yang
ingin kita tanyakan jika kita tidak mengutarakannya dengan jelas. Jika kita
lagi sakit gigi atau sariawan sehingga sulit untuk berbicara, setidaknya
siapkan handphone atau secarik kertas
memo agar sewaktu-waktu bisa digunakan untuk menulis apa yang kamu inginkan.
Satu pengecualian
jika kita sedang berada dalam layar kaca dalam suatu sintron atau semacamnya
dan disiarkan melalui TV kabel, yang di dalamnya ada dialog hati tapi bisa
didengar oleh penonton di seluruh dunia. Atau seperti dalam salah satu adegan Carmen
dan Juni Cortez dalam film Spy Kids,
yang mana mereka tidak dapat bicara tapi mampu mendengar bisikan hati. Dijamin
mereka akan tahu isi hati kita J.
2.
Pengetahuan
yang luas dan media yang beragam.
Ilmu yang luasnya
meliputi langit dan bumi tentu tidak bisa dengan mudahnya masuk ke otak kita.
Bahkan orang yang dianugerahi otak jenius pun tidak selalu tahu akan semua hal.
Termasuk juga buku. Tidak semuanya mampu kita baca. Aih, buku-buku yang pernah dibeli di bazar pun belum tuntas
semuanya dibaca. Adakah yang seperti itu?
Antara bicara
dan membaca sebenarnya sama jika dilihat dari segi konteks dan tujuan. Kita bertanya
dan seseorang menjawab. Perbedaannya terletak pada medianya. Jika saat bicara, kita
bertanya langsung pada orang, dan dijawab secara langsung pula oleh mereka,
maka melalui media kita mencari jawabannya melalui buku yang kita baca.
3.
Diam
berarti menunggu.
Jika diadakan
survei tentang kegiatan apa yang paling membosankan? Sudah dapat dipastikan ada
yang memilih jawaban ini. Ya, menunggu. Dari zamannya warteg sampai tablet dan handphone layar sentuh (konon ketiganya
memang memiliki hubungan persaudaraan), kegiatan satu ini membuat semua orang
kesal bin BT.
Sama halnya
dengan menunggu seseorang menawarkan bantuannya kepada kita. Diamnya kita
berarti menunggu, yang entah sampai kapan, bahkan mungkin dalam waktu yang lama
sampai orang mau menawarkan bantuannya kepada kita.
Seorang kawan
pernah menceritakan pengalamannya saat berada dalam posisi itu. Ia berangkat ke
Jakarta naik kereta api. Tanpa jam tangan dan kondisi ponsel yang lowbat, ia tiba di stasiun. Mulanya ia
enggan bertanya karena merasa tidak terlambat. Namun setelah mendengar pemberitahuan
tentang salah satu kereta yang akan berangkat, ia mulai gelisah dan bertanya
pada salah satu petugas di sana. Ternyata memang kereta itulah yang seharusnya
mengantar ia tempat tujuan. Ia pun berlari-lari mengejar kereta itu.
4.
Inisiatif
sama efektifnya dengan bertanya.
Memang benar, kita
bisa menghindar dari ‘bertanya’ dengan cara berinisiatif sendiri mencari tahu
jawabannya. Misalnya seperti kasus dua bersaudara di atas yang hendak mencari
toilet di sebuah bandara internasional, yang memang baru pertama kali mereka
datangi. Berinisiatif dengan mencari sendiri toilet itu atau mencari petunjuk
melalui plang yang biasanya mengarahkan ke tempat itu. Namun dalam kasus ini, bertanya
akan jauh lebih efektif. Apalagi banyak petugas ramah nan murah senyum yang
bersedia menjawab pertanyaan kita.
5.
Persiapan
yang matang.
Ibarat hendak
pergi berperang. Semua aktivitas yang kita agendakan perlu persiapan yang
matang. Namun ada kalanya waktu yang tersedia tidak cukup untuk membuat semua
persiapan tersebut. Nah, dalam kondisi ini sangat perlu untuk bertanya.
Salah satu
contohnya (misal) kita ingin mengisi liburan dengan backpacker-an ke beberapa daerah di Indonesia. Kita bisa
berkomunikasi dengan cara bergabung dengan grup backpacker domestik Indonesia yang banyak bermunculan di jejaring
sosial. Tentunya bukan hanya untuk menambah daftar kenggotaan grup, tapi juga
sebagai tempat kita bertanya tentang referensi tempat, estimasi biaya, hingga
spot-spot yang oke untuk kita datangi. Selain admin, biasanya selain anggota
grup akan langsung menjawab pertanyaan yang kita ajukan. Kalau sempat, grup
yang aktif juga sering mangadakan kopdar. Dalam forum itulah kita bisa
memuaskan diri bertanya tentang dunia backpacker.
6.
Malu
≠
malu-maluin.
Ada yang
mengatakan, malu adalah hiasan cantik seorang wanita. Aih! Tapi tentu sikap malu ini harus pada tempatnya. Jangan sampai
karena ‘malu’ yang tidak sesuai pada tempatnya, jadinya malah ‘malu-maluin’.
Seperti halnya orang yang datang ke suatu acara dan sudah tampil keren tapi
karena malu dan gengsi untuk bertanya, eh, justru salah kostum karena tidak tahu
tentang dresscode-nya.
7.
Bertanya
= merendahkan harga diri.
Ini yang seringkali
dijadikan alasan orang enggan untuk bertanya. Kekhawatiran harga diri yang
jatuh dibarengi dengan sikap sok tahu mengalahkan naluri ketidaktahuan kita.
Padahal, seperti yang pernah diulas sebelumnya, orang jenius di belahan bumi
manapun tidak semuanya serba tahu akan sesuatu. Padahal, seorang bayi yang baru
lahir pun mau belajar dan bertanya melalui apa yang ia lihat, rasa, dan dengar.
Padahal juga, dulu saat kita kecil, kita bisa mengajukan pertanyaan yang sama
pada orang tua kita sampai lebih dari 3 kali.
Beribu ‘padahal’
lainnya yang menjadi alasan kita harus ‘bertanya’ perlu kita cari tahu sendiri.
Karena sudah menjadi kodrat kita sebagai manusia untuk mencari ilmu dan
belajar, yang salah satunya dapat ditempuh dengan cara bertanya. Orang pintar
pasti tak pernah merasa gengsi untuk bertanya. So, masih gengsi untuk bertanya? Tidak, bukan? J